Perubahan kebudayaan mencakup 3 proses utama seperti yang dikenal oleh
para antropolog, yaitu originasi, difusi,
dan reintrepetasi. Originasi
adalah penemuan elemen-elemen baru (discovery dan invention) dalam satu budaya.
Pendidikan progresif umpamanya, berasal sebagian besar Amerika Serikat. Difusi adalah peminjaman elemen-elemen
baru budaya baru dan kebudayaan lain, seperti pengambilan metode Montessori
dari italia oleh para pendidik Amerika. Rainterpretasi
adalah modifikasi elemen-elemen budaya yang ada untuk memenuhi tuntunan zaman,
seperti peningkatan bantuan pemerintah federfil untuk pendidikan. Tanpa sebuah
budaya sangat terintegrasi, budaya tersebut tidak akan bereaksi secara total
terhadap sebuah perubahan, betapapun
pentingnya.
Kita dapat melihat dua bentuk tata nilai-nilai, yang mungkin atau tidak
mungkin bersamaan: yang pertama yaitu
yang dapat dipuaskan dengan inovasi teknologi; kedua adalah sejumlah nilai yang
telah mapan (yang kedua ini tidak selalu diungkapkan dalam inovasi yang ada
sekarang, tetapi disangsikan lagi sebagiannya merupakan hasil/ akibat temuan
teknologi masa lalu). Jika nilai-nilai yang dinyatakan dalam perubahan
teknologi cocok dengan nilai-nilai yang telah mapan, maka kebudayaan akan
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan dengan cara mudah, tidak menjadi
soal betapa cepat perubahan-perubahan tersebut. Karena itu, bukan tingkat
kecepatan perubahan yang menyebabkan disorganisasi budaya, tetapi masalahnya
adalah sejauh mana perubahan ini mencerminkan nilai-nilai baru dan
bertentangan.
Makin terintegrasi
sebuah kebudayaan, maka antara teknologi dan nilai akan terjadi interpenetrasi,
di dalam kebudayaan yang tidak terintegrasi seperti dalam kebudayaan Amerika
Serikat, terlihat bahwa teknologi dapat
melepaskan diri dari tata nilai yang sudah mapan. Demikianlah di masa lalu dan
dalam masyarakat sederhana nilai-nilai budaya diungkapkan melalui teknologi
dengan cara mana masyarakat memelihara kehidupan mereka. Umpamanya, diantara
orang Indian maya di Tenggara Yucatan
pertanian bukan hanya merupakan cara menghormati dewa-dewa. sebelum menanam
orang Indian akan membangun altar diladangnya dan sembahnyang disana.
PENDIDIKAN
DAN PERUBAHAN KEBUDAYAAN
Telah dijelaskan bahwa pendidikan adalah satu kondisi yang perlu untuk
kelanjutan suatu budaya. Pendidikan juga alat yang penting untuk bekerja sama
yang intelegen dengan perubahan budaya. Dengan demikianlah, salah satu cara
sebuah masyarakat berusaha tetap seirama dengan perubahan ialah dengan merubah
pada setiap generasi warisan budaya yang diajarkan disekolah-sekolah. Untuk
mencapai tujuan ini para pendidik menafsirkan kembali (Reinterprate) pengetahuan dan nilai-nilai lama untuk menghadapi situasi-situasi
baru. Umpamanya, sejak pemisahan atom dan pembentukan PBB, kita tidak
mengajarkan lagi baik fisika newton maupun patriotisme secara absolut. Sebuah
kebudayaan juga mungkin melakukan antisipasi masa depan dengan menyiapkan
generasi muda dengan informasi, sikap-sikap, dengan keterampilan tertentu yang
direncanakan untuk menghadapi situasi tertentu yang diramalkan. Selanjutnya,
pendidikan mungkin secara tidak sengaja bisa menjadi sumber perubahan
kebudayaan.
Masing-masing
kebudayaan telah mempersiapkan anggota-anggotanya untuk bertindak, berfikir,
memandang dalam apa yang dinamakan antropolog ‘ a culturally delimited universe
’ yang terdiri dari dunia yang telah diciptakan oleh budaya tersebut dan
aspek-aspek alam semesta yang telah diciptakan oleh budaya tersebut dan
aspek-aspek alam semesta yang telah dipilih mereka untuk menjadi sesuatu yang
bermakna. Dengan menganggap bahwa kita dapat menggunakan pendidikan untuk
bekerja sama dengan perubahan kebudayaan, dapatkah kita juga menggunakan pendidikan
untuk mempengaruhi dan mengontrol kebudayaan? Marilah kita periksa
masing-masing jawaban dan melihat sejauh mana masing-masing mendapat dukungan
antropologi.
Aliran progresif
Pendidikan progresif,
yang biasa dikenal, menawarkan sebuah via
media antara dua pendangan yang mengatakan bahwa perubahan pendidikan
seluruhnya tergantung pada perubahan kebudayaan dan pendidikan dapat merubah
dirinya sendiri dan masyarakat tanpa perlu bekerja sama dengan
kekuatan-kekuatan sosial. Demikian juga halnya dengan pendidikan dapat
memperkembangkan mentalis yang sanggup menghadapi perubahan bila terjadi yaitu
pendidikan dapat mengajari anak-anak untuk bereaksi terhadap perubahan secara
inteligen. Dengan cara ini masyarakat akan dididik untuk memperbaiki dirinya
sendiri tanpa guru-guru perlu menyakinkan generasi muda tentang
perubahan-perubahan tertentu yang guru-guru menganggapnya pasti diingini.
Aliran
konservatif
Menurut para pendidik
konservatif ( seperti Perenialis dan Essetialis ), sekolah tidak dapat memaksakan
gerak perubahan sosial tanpa mengkorup fungsi pendidikan yang sebenarnya, yaitu
melatih intelek. Sekolah bukanlah sebuah lembaga perubahan yang tepat tetapi
sebuah pranata belajar. Karena individu-individulah yang merubah masyarakat, bukan
sebaliknya, cara yang tepat untuk memperbaiki masyarakat adalah dengan
memeperbaiki induividu yang ada didalamnya. Dalam pandangan ini sekolah
bertanggung jawab menanamkan dalam diri siswa apa yang secara permanen berguna
dalam warisan budaya dan bagi penyesuaian mereka terhadap masyarakat yang ada
pada waktu itu.
Membuat sekolah jadi
agen perubahan juga akan menjadikan sekolah rebutan di antara kelompok-kelompok
kepentingan yang saling bersaingan. Sekolah akan selalu berada di bawah tekanan
untuk menyedikan waktu untuk dengan pendapat bagi segala macam program-program
dan kebijakan-kebijakan, terus menerus diganggu oleh orang-orang eksentrik dan
fanatik, sekolah akan berubah menjadi sesuatu yang sedikit lebih dari sebuah
lobby politik.
Aliran
rekonstruksionis
Inti dari paham rekonstruksionis adalah bahwa para
pendidik sendiri mesti membangun kembali masyarakat dengan mengajarkan kepada
generasi muda sebuah program perubahan sosial secara serentak baik detail maupun
secara keseluruhan. Pengikut aliran ini mengklaim untuk mengobati 3 kegagalan
penganut aliran progresif : kekurangan tujuan-tujuan: suatu penekanan yang tidak
tepat pada individualisme dan peremehan rintangan-rintangan budaya terhadap
perusahaan sosial.
Paham rekonstruksionis
telah mendapatkan banyak perhatian, tetapi sedikit dukungan. Paham ini telah
dikritik karena terlalu ambisius. Menggambarkan masa depan terincinya berarti
meremehkan dua fakta terkenal: pertama,
waktu memudarkan semua kecuali semua yang paling umum dari
pembaharuan/perubahan jangka panjang; yang kedua,
perubahan apapun yang direalisasikan adalah hasil kompromi dan saling
penyesuain, dan karena itu ia mempunyai/mengandung sedikit hubungan dengan rencana
penggeraknya yang pertama. juga dikatakan bahwa rekonstruksionisme meremehkan realitas politik masa kini, terutama bahwa tidak ada pemerintah yang akan
mengizinkan sekolahnya dipergunakan untuk mengembangkan yang ditantangnya.
Pandangan-pandangan
Beberapa Antropolog
Sedikit antropolog yang akan
menghargai rencana untuk menjadikan sekolah pendekar pembaharuan sosial
menentang kekuatan-kekuatan sosial budaya kuat lainnya.
Menurut Ashley Montagu tujuan utama dari sekolah
di masa kita sekarang mestinya tidak lebih dari merubah kemanusiaan dengan
mengajar generasi yang lebih muda bagaimana “mencintai” melalui pendidikan
dalam “ seni hubungan antar manusia ”. sekolah mesti mengajarkan semua mata
pelajaran dengan mata selalu diarahkan kepada “ arti bagi hubungan-hubungan
manusia”.
W. Lioyd Warner mengemukakan bahwa pendidikan seharusnya mencerminkan
kondisi-kondisi sosial yang ada, atau pendidikan akan gagal dalam tugasnya
menyesuaikan generasi yang akan datang terhadap kunjungan sosial budaya dalam
mana mereka harus hidup.
Anthony F.C Wallace berpendapat bahwa pendidikan melayani kebutuhan
tiga jenis masyarakat, yaitu masyarakat
revolusioner, masyarakat konservatif, dan masyrakat reaksioner. Dia
mengatakan bahwa sebuah masyarakat revolusioner seprti cina dan cuba berusaha
merubah budaya mereka secara keseluruhan. Mereka perlu untuk memperkuat 2kembali
(revitalize) penduduk mereka secara
moral untuk menciptakan elit yang penuh dedikasi dan secara intelektual kaya,
yang akan mengendalikan tigas-tugas transformasi.
Demikianlah, umumnya
antropolog setuju dengan pendidik-pendidik konservatif bahwa sekolah memiliki
sedikit atau tidak ada sama sekali pengaruh yang bebas terhadap perubahan sosial
budaya. Pandangan ini dengan baik dinyatakan oleh seorang pendidik inggris,
A.K.C Ottoway dia mengatakan bahwa pendidikan dapat menghasilkan
perubahan-perubahan dalam kebudayaan dan masyarakat hanya di bawah
perintah-perintah dari mereka yang berkuasa.
Dapat disimpulkan,
kebanyakan komentator setuju bahwa sekolah secara sendiri tidak dapat
mempengaruhi jalannya perubahan sosial
dan budaya, walaupun sekolah dapat
menumbuhkan sebuah tipe kepribadian yang cocok dengan perubahan yang cepat yang
bersifat enoemik dalam masyarakat-masyarakat industri sekarang di Amerika
Serikat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah terutama, memberikan perhatian
kepada penyampaian warisan budaya. Karena itu universitas tidak hanya menyesuakan
diri kepada kebudayaan, tetapi juga memberikan tambahan. Selanjutnya
universitas mempengaruhi kebudayaan dengan cara tidak langsung dengan berusaha
membuat orang lebih berpengetahuan, dan karena itu diharapkan mereka akan lebilh
toleran.
Siiip lah..:)
BalasHapus