Berita Terbaru :

Minggu, 02 Oktober 2011

“ PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN KEBUDAYAAN”


            Perubahan kebudayaan mencakup 3 proses utama seperti yang dikenal oleh para antropolog, yaitu originasi, difusi, dan reintrepetasi. Originasi adalah penemuan elemen-elemen baru (discovery dan invention) dalam satu budaya. Pendidikan progresif umpamanya, berasal sebagian besar Amerika Serikat. Difusi adalah peminjaman elemen-elemen baru budaya baru dan kebudayaan lain, seperti pengambilan metode Montessori dari italia oleh para pendidik Amerika. Rainterpretasi adalah modifikasi elemen-elemen budaya yang ada untuk memenuhi tuntunan zaman, seperti peningkatan bantuan pemerintah federfil untuk pendidikan. Tanpa sebuah budaya sangat terintegrasi, budaya tersebut tidak akan bereaksi secara total terhadap sebuah perubahan,  betapapun pentingnya.
            Kita dapat melihat dua bentuk tata nilai-nilai, yang mungkin atau tidak mungkin bersamaan: yang pertama yaitu yang dapat dipuaskan dengan inovasi teknologi; kedua  adalah sejumlah nilai yang telah mapan (yang kedua ini tidak selalu diungkapkan dalam inovasi yang ada sekarang, tetapi disangsikan lagi sebagiannya merupakan hasil/ akibat temuan teknologi masa lalu). Jika nilai-nilai yang dinyatakan dalam perubahan teknologi cocok dengan nilai-nilai yang telah mapan, maka kebudayaan akan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan dengan cara mudah, tidak menjadi soal betapa cepat perubahan-perubahan tersebut. Karena itu, bukan tingkat kecepatan perubahan yang menyebabkan disorganisasi budaya, tetapi masalahnya adalah sejauh mana perubahan ini mencerminkan nilai-nilai baru dan bertentangan.
            Makin terintegrasi sebuah kebudayaan, maka antara teknologi dan nilai akan terjadi interpenetrasi, di dalam kebudayaan yang tidak terintegrasi seperti dalam kebudayaan Amerika Serikat, terlihat  bahwa teknologi dapat melepaskan diri dari tata nilai yang sudah mapan. Demikianlah di masa lalu dan dalam masyarakat sederhana nilai-nilai budaya diungkapkan melalui teknologi dengan cara mana masyarakat memelihara kehidupan mereka. Umpamanya, diantara orang Indian maya di Tenggara Yucatan pertanian bukan hanya merupakan cara menghormati dewa-dewa. sebelum menanam orang Indian akan membangun altar diladangnya dan sembahnyang disana.


PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN KEBUDAYAAN
Telah dijelaskan bahwa pendidikan adalah satu kondisi yang perlu untuk kelanjutan suatu budaya. Pendidikan juga alat yang penting untuk bekerja sama yang intelegen dengan perubahan budaya. Dengan demikianlah, salah satu cara sebuah masyarakat berusaha tetap seirama dengan perubahan ialah dengan merubah pada setiap generasi warisan budaya yang diajarkan disekolah-sekolah. Untuk mencapai tujuan ini para pendidik menafsirkan kembali (Reinterprate) pengetahuan dan nilai-nilai lama untuk menghadapi situasi-situasi baru. Umpamanya, sejak pemisahan atom dan pembentukan PBB, kita tidak mengajarkan lagi baik fisika newton maupun patriotisme secara absolut. Sebuah kebudayaan juga mungkin melakukan antisipasi masa depan dengan menyiapkan generasi muda dengan informasi, sikap-sikap, dengan keterampilan tertentu yang direncanakan untuk menghadapi situasi tertentu yang diramalkan. Selanjutnya, pendidikan mungkin secara tidak sengaja bisa menjadi sumber perubahan kebudayaan.
            Masing-masing kebudayaan telah mempersiapkan anggota-anggotanya untuk bertindak, berfikir, memandang dalam apa yang dinamakan antropolog ‘ a culturally delimited universe ’ yang terdiri dari dunia yang telah diciptakan oleh budaya tersebut dan aspek-aspek alam semesta yang telah diciptakan oleh budaya tersebut dan aspek-aspek alam semesta yang telah dipilih mereka untuk menjadi sesuatu yang bermakna. Dengan menganggap bahwa kita dapat menggunakan pendidikan untuk bekerja sama dengan perubahan kebudayaan, dapatkah kita juga menggunakan pendidikan untuk mempengaruhi dan mengontrol kebudayaan? Marilah kita periksa masing-masing jawaban dan melihat sejauh mana masing-masing mendapat dukungan antropologi.

Aliran progresif
            Pendidikan progresif, yang biasa dikenal, menawarkan sebuah via media antara dua pendangan yang mengatakan bahwa perubahan pendidikan seluruhnya tergantung pada perubahan kebudayaan dan pendidikan dapat merubah dirinya sendiri dan masyarakat tanpa perlu bekerja sama dengan kekuatan-kekuatan sosial. Demikian juga halnya dengan pendidikan dapat memperkembangkan mentalis yang sanggup menghadapi perubahan bila terjadi yaitu pendidikan dapat mengajari anak-anak untuk bereaksi terhadap perubahan secara inteligen. Dengan cara ini masyarakat akan dididik untuk memperbaiki dirinya sendiri tanpa guru-guru perlu menyakinkan generasi muda tentang perubahan-perubahan tertentu yang guru-guru menganggapnya pasti diingini.

Aliran konservatif
            Menurut para pendidik konservatif ( seperti Perenialis dan Essetialis ), sekolah tidak dapat memaksakan gerak perubahan sosial tanpa mengkorup fungsi pendidikan yang sebenarnya, yaitu melatih intelek. Sekolah bukanlah sebuah lembaga perubahan yang tepat tetapi sebuah pranata belajar. Karena individu-individulah yang merubah masyarakat, bukan sebaliknya, cara yang tepat untuk memperbaiki masyarakat adalah dengan memeperbaiki induividu yang ada didalamnya. Dalam pandangan ini sekolah bertanggung jawab menanamkan dalam diri siswa apa yang secara permanen berguna dalam warisan budaya dan bagi penyesuaian mereka terhadap masyarakat yang ada pada waktu itu.
            Membuat sekolah jadi agen perubahan juga akan menjadikan sekolah rebutan di antara kelompok-kelompok kepentingan yang saling bersaingan. Sekolah akan selalu berada di bawah tekanan untuk menyedikan waktu untuk dengan pendapat bagi segala macam program-program dan kebijakan-kebijakan, terus menerus diganggu oleh orang-orang eksentrik dan fanatik, sekolah akan berubah menjadi sesuatu yang sedikit lebih dari sebuah lobby politik.

Aliran rekonstruksionis
            Inti dari paham rekonstruksionis adalah bahwa para pendidik sendiri mesti membangun kembali masyarakat dengan mengajarkan kepada generasi muda sebuah program perubahan sosial secara serentak baik detail maupun secara keseluruhan. Pengikut aliran ini mengklaim untuk mengobati 3 kegagalan penganut aliran progresif : kekurangan tujuan-tujuan: suatu penekanan yang tidak tepat pada individualisme dan peremehan rintangan-rintangan budaya terhadap perusahaan sosial.
            Paham rekonstruksionis telah mendapatkan banyak perhatian, tetapi sedikit dukungan. Paham ini telah dikritik karena terlalu ambisius. Menggambarkan masa depan terincinya berarti meremehkan dua fakta terkenal: pertama, waktu memudarkan semua kecuali semua yang paling umum dari pembaharuan/perubahan jangka panjang; yang kedua, perubahan apapun yang direalisasikan adalah hasil kompromi dan saling penyesuain, dan karena itu ia mempunyai/mengandung sedikit hubungan dengan rencana penggeraknya yang pertama. juga dikatakan bahwa rekonstruksionisme meremehkan realitas politik masa kini,  terutama bahwa tidak ada pemerintah yang akan mengizinkan sekolahnya dipergunakan untuk mengembangkan yang ditantangnya.
Pandangan-pandangan Beberapa Antropolog
            Sedikit antropolog yang akan menghargai rencana untuk menjadikan sekolah pendekar pembaharuan sosial menentang kekuatan-kekuatan sosial budaya kuat lainnya.
            Menurut Ashley Montagu tujuan utama dari sekolah di masa kita sekarang mestinya tidak lebih dari merubah kemanusiaan dengan mengajar generasi yang lebih muda bagaimana “mencintai” melalui pendidikan dalam “ seni hubungan antar manusia ”. sekolah mesti mengajarkan semua mata pelajaran dengan mata selalu diarahkan kepada “ arti bagi hubungan-hubungan manusia”.
            W. Lioyd Warner mengemukakan bahwa pendidikan seharusnya mencerminkan kondisi-kondisi sosial yang ada, atau pendidikan akan gagal dalam tugasnya menyesuaikan generasi yang akan datang terhadap kunjungan sosial budaya dalam mana mereka harus hidup.
            Anthony F.C Wallace berpendapat bahwa pendidikan melayani kebutuhan tiga jenis masyarakat, yaitu masyarakat revolusioner, masyarakat konservatif, dan masyrakat reaksioner. Dia mengatakan bahwa sebuah masyarakat revolusioner seprti cina dan cuba berusaha merubah budaya mereka secara keseluruhan. Mereka perlu untuk memperkuat 2kembali (revitalize) penduduk mereka secara moral untuk menciptakan elit yang penuh dedikasi dan secara intelektual kaya, yang akan mengendalikan tigas-tugas transformasi.
            Demikianlah, umumnya antropolog setuju dengan pendidik-pendidik konservatif bahwa sekolah memiliki sedikit atau tidak ada sama sekali pengaruh yang bebas terhadap perubahan sosial budaya. Pandangan ini dengan baik dinyatakan oleh seorang pendidik inggris, A.K.C Ottoway dia mengatakan bahwa pendidikan dapat menghasilkan perubahan-perubahan dalam kebudayaan dan masyarakat hanya di bawah perintah-perintah dari mereka yang berkuasa.
            Dapat disimpulkan, kebanyakan komentator setuju bahwa sekolah secara sendiri tidak dapat mempengaruhi jalannya perubahan  sosial dan budaya, walaupun  sekolah dapat menumbuhkan sebuah tipe kepribadian yang cocok dengan perubahan yang cepat yang bersifat enoemik dalam masyarakat-masyarakat industri sekarang di Amerika Serikat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah terutama, memberikan perhatian kepada penyampaian warisan budaya. Karena itu universitas tidak hanya menyesuakan diri kepada kebudayaan, tetapi juga memberikan tambahan. Selanjutnya universitas mempengaruhi kebudayaan dengan cara tidak langsung dengan berusaha membuat orang lebih berpengetahuan, dan karena itu diharapkan mereka akan lebilh toleran.

Baca juga tulisan menarik lainnya

Comments
1 Comments

1 komentar: