Berita Terbaru :

Selasa, 16 April 2013

MASALAH ILMU PENGETAHUAN



MASALAH ILMU PENGETAHUAN
A.      ARTI ILMU PENGETAHUAN
Dalam “ilmu pengetahuan” terdapat 2 kata yaitu “ilmu” dan “pengetahuan”. Keduanya memiliki arti tersendiri dan berbeda atau biasa disebut “science dan knowledge”. Knowledge (pengetahuan) mempunyai cakupan lebih luas dan umum sedangkan science(ilmu) mempunyai cakupan yang lebih sempit dan khusus dalam arti metodis, sistematis, dan ilmiah.
Dari beberapa pengertian tersebut, nama yang lebih tepat “ilmu pengetahuan” daripada “ilmu”. Jika dipilih sebagai nama, dikhawatirkan bisa terjebaj pada batasan-batasan yang bersifat fisis, khusus, konkret, parsial dan karena itu praktis, pragmatis dan positivistis. Padahal realitas sebagai objek yang harus diketahui adalah tidak hanya terbatas pada hal-hal yang demikian itu. Disamping batasan fisis, realitas juga terkandung di dalamnya sisi-sisi yang non-fisis, spiritus dan kualitatif. Kecuali itu, di dalam diri relitas (objek) terkandung dua bagian yaitu :
a.       Yang fisis, yang dapat dikenal melalui penginderaan dan logika
b.      Yang spiritual, yang hanya bisa dikenal melalui daya-daya intuisi dan supra rasional
Dibalik istilah “ilmu pengetahuan” terkandung dua hal yang sama pentingnya bagi hidup dan kehidupan manusia. Ilmu membentuk daya intelegensia yang melahirkan adanya skill atau keterampilan, yang bisa mengkonsumsi masalah-masalah atau kebutuhan keseharian (termasuk tujuan langsung). Sedangkan pengetahuan membentuk daya moralitas keilmuan, yang kemudian melahirkan tingkah laku dan perbuatan yang berkaitan dengan masalah-masalah yang tercakup di dalam tujuan akhir kehidupan manusia. Dengan nama ilmu pengetahuan diharapkan dapat membuka pandangan dan wawasan yang luas, dalam arti tidak terbatas hanya kepada objek-objek yang ada diluar diri manusia yaitu kenyataan objektif, atau hal-hal yang bersifat empiric dan positif saja. Sehingga dengan demikian dapat diharapkan terbentuk suatu kesadaran dan sikap ilmiah(science attitude).
Ada beberapa point yang bersama-sama menentukan bagi adanya ilmu pengetahuan yaitu adanya objek, metode, sistem, dan kebenaran.
B.      OBJEK ILMU PENGETAHUAN
Terlebih dahulu kita harus memahami pengertian objek itu sendiri. Objek adalah sasaran pokok atau tujuan penyelidikan keilmuan. Pada umumnya persoalan mengenai objek, dikenal ada dua jenis yaitu objek materi dan objek forma.
Objek materi adalah sasaran pokok penyelidikan berupa materi atau materi yang dihadirkan dalam suatu pemikiran atau penelitian. Suatu objek materi baik yang non material sebenarnya merupakan suatu substansi yang tidak begitu mudah untuk diketahui. Karena didalamnya terkandung segi-segi yang secara kualitatif bertingkat-tingkat dari yang konkret sampai ke tingkat abstrak. Dalam rangka memperoleh pengetahuan yang benar dan pasti mengenai suatu objek, dengan memepertimbangkan keterbatasan kemampuan akal pikiran manusia, maka perlu dilakukan pembatasan-pembatasan. Selanjutnya deskripsi tentang objek forma inilah yang kemudian akan menjelaskan pentingnya arti, posisi dan fungsi objek di dalam ilmu pengetahuan. Dengan penentuan suatu objek forma, maka kajian ilmu pengetahuan mengenai objek materinya menjadi berjenis, bersifat dan berebentuk khusus, jelas dan konkret (real). Ilmu pengetahuan menurut objek formanya cenderung berbeda-beda dan berjenis-jenis, bentuk dan sifatnya. Ada yang karena kajian materinya berupa hal-hal yang fisis kebendaan dan ditinjau dari segi pandang (view point) yang kuantitatif, maka lalu tergolong ke dalam ilmu pengetahuan fisika atau yang sering dikenal sebagai ilmu pengetahuan alam. Objek forma mempunyai kedudukan dan peranan yang mutlak menentukan suatu pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan.
C.      METODE ILMU PENGETAHUAN
Metode adalah cara-cara penyelidikan bersifat keilmuan, yang sering disebut metode ilmiah (science methods). Metode ini perlu, agar tujuan keilmuan yang berupa kebenaran objektif dan dapat dibuktikan bisa tercapai. Dengan metode ilmiah, kedudukan pengetahuan berubah menjadi ilmu pengtahuan, menjadi lebih khusus dan dan terbatas lingupan studinya.
Untuk lebih jelasnya metode adalah suatu proses atau prosedur yang sistematik berdasarkan prinsip-prinsip dan teknik-teknik ilmiah, yang dipakai oleh suatu disiplin untuk mencapai suatu tujuan. Jadi dapat dikatakan sebagai cara kerja ilmiah. Sedangkan metodologi adalah pengkajian mengenai model atau bentuk metode-metode, aturan-aturan yang harus di pakai dalam kegiatan ilmu pengetahuan. Jika dibandingkan antara metode dan metodologi, maka metodologi lebih bersifat umum dan metode lebih bersifat khusus. Metode ilmiah yang dipergunakan mempunyai latar belakang yaitu pengetahuan. Adapun keterkaitannya yaitu bersifat kausalistik, yaitu bahwa jenis, bentuk dan sifat ruang lingkup dan tujuan penyelidikan menentukan jenis, bentuk dan sifat metode.
Dengan adanya latar belakang yang demikian itu, maka metode ilmiah juga cenderung bermacam-macam, tergantung kepada watak bahan atau problem yang diselidiki. Diantara beberapa jenis metode, metode observasi adalah yang paling sedikit dipakai oleh jenis ilmu pengetahuan apapun. Observasi, tentu saja yang dimaksud adalah yang bersifat ilmiah. Sehubungan Dengan metode observasi, pengamatan yang tepat dan objektif adalah mutlak dalm ilmu pengetahuan.
Selanjutnya mengenai metode trial and error. Metode ini sering dipakai sebagai dasar penyusunan hipotesis. Karena sifatnya yang universal, metode ini kurang dipergunakan secara populer oleh para ilmuan dalam kegiatan penelitian.
Agar  pengamatan menjadi semakin teliti dan menjamin kebutuhan akan objektivitas, maka metode eksperimen berperan penting. Metode ini sering dipakai dalam sains. Misalnya untuk meningkatkan produksi daging, mengganti factor makanan jenis lain sementara factor-faktor lain dibiarkan tetap. Metode statistik, dewasa ini lazim dipergunakan di dalam ilmu pengetahuan pada umumnya. Dengan metode statistik, akan memperkuat daya prediksi, bisa menjelaskan sebab akibat terjadinya sesuatu, dapat menggambarkan suatu caontoh fenomena dan sebagainya.
Dalam metode sampling, hal yang penting didalamnya adalah bagaimana menentukan suatu contoh yang tepat, sehingga dapat mewakili keseluruhan. Persoalannya adalah pada objek yang sifatnya homogeny rupanya sampel dipilih secara acak pun (random) cukup memberikan akurasi hasil. Tetapi pada objek yang heterogen, maka peneliti harus hati-hati.
Metode ilmiah juga memiliki keterbatasan yaitu pada hal-hal yang empirik (dapat dialami) inderawi, karena itu hanya berlaku pada bidang-bidang yang fisis dan kuantitatif saja. Masalah keterbatasan metode ilmiah yang demikian itu adalah wajar, sebagai konsekuensi logis dari sudut pandang (objek forma), ruang lingkup dan tujuan ilmu pengetahuan.

PENGEMBANGAN MANAJEMEN PEMBELAJARAN


 
A.   Pengembangan manajemen pembelajaran
Selama ini, berbagai macam pengembangan dan pelatihan telah dilakukan dalam rangka peningkatan mutu dalam hal kegiatan belajar mengajar. Akan tetapi perlu diingat bahwa diperlukan pengelolaan sekolah yang baik untuk mendukung pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar di suatu sekolah. Pelatihan ini dirancang sebagai sarana pengembangan pengetahuan dan kemampuan manajerial bagi para guru dan pengelola sekolah. Diharapkan sekolah dapat mengoptimalkan sumberdaya internal untuk mendukung kelancaran pelaksanaanmanajemen.

      Pelatihan ini juga memberikan kesempatan bagi para guru terutama pengelola sekolah untuk mengetahui berbagai strategi yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di masing-masing sekolah. Strategi yang akan dibahas mencakup meningkatkan partisipasi orangtua, komite sekolah, masyarakat dalam rangka pengembangan pendidikan dan mengembangkan program kemitraan dengan pemerintah dan instansi lain yang relevan dalam rangka pemberdayaan sumber-sumber untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Diharapkan pelatihan ini akan menumbuhkan kemandirian, motivasi dan inisiatif guru dan pengelola sekolah dalam rangka efisiensi penyelenggaraan pendidikan di masing-masing sekolahnya.

  1. Pengimplementasian pengembangan pembelajaran
Praktek manajemen menunjukkan bahwa fungsi atau kegiatan manajemen seperti planing, organizing, actuating, dan controling secara langsung atau tidak langsung selalu bersangkutan dengan unsure manusia, planning dalam manajemen adalah ciptaan manusia, organizing selain mengatur unsure manusia, actuating adalah proses menggerakkan manusia-manusia anggota organisasi, sedang controlling diadakan agar pelaksanaan manajemen (manusia-manusia)selalu dapat meningkatkan hasilnya. Dari fakta di atas dapatlah dibenarkan bahwa pendapat yang menyatakan sukses tidaknya suatu organisasi untuk bagian yang besar tergantung kepada orang-orang yang menjadi anggotanya. Betapa pun sempurnanya rencana-rencana, organisasi dan pengawasan penelitiannya, bila orang-orang tidak mau melekukan pekerjaan yang diwajibkan atau bila mereka tidak dapat menjalankan tugas yang diwajibkan kepadanya tidak akan diperoleh hasil yang sesuai atau optimal.

C.     Pengertian Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah
Dalam pengimplementasian konsep ini, sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan dengan permasalahan administrasi, keuangan dan fungsi setiap personel sekolah di dalam kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah. Bersama - sama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah harus membuat keputusan, mengatur skala prioritas disamping harus menyediakan lingkungan kerja yang lebih profesional bagi guru, dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta keyakinan masyarakat tentang sekolah/pendidikan. Kepala sekolah harus tampil sebagai koordinator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai kelompok yang berbeda di dalam masyarakat sekolah dan secara profesional harus terlibat dalam setiap proses perubahan di sekolah melalui penerapan prinsip-prinsip pengelolaan kualitas total dengan menciptakan kompetisi dan penghargaan di dalam sekolah itu sendiri maupun sekolah lain. Ada empat hal yang terkait dengan prinsip - prinsip pengelolaan kualitas total yaitu; (i) perhatian harus ditekankan kepada proses dengan terus - menerus mengumandangkan peningkatan mutu, (ii) kualitas/mutu harus ditentukan oleh pengguna jasa sekolah, (iii) prestasi harus diperoleh melalui pemahaman visi bukan dengan pemaksaan aturan, (iv) sekolah harus menghasilkan siswa yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap arief bijaksana, karakter, dan memiliki kematangan emosional. Sistem kompetisi tersebut akan mendorong sekolah untuk terus meningkatkan diri, sedangkan penghargaan akan dapat memberikan motivasi dan meningkatkan kepercayaan diri setiap personel sekolah, khususnya siswa. Jadi sekolah harus mengontrol semua semberdaya termasuk sumber daya manusia yang ada, dan lebih lanjut harus menggunakan secara lebih efisien sumber daya tersebut untuk hal - hal yang bermanfaat bagi peningkatan mutu khususnya. Sementara itu, kebijakan makro yang dirumuskan oleh pemerintah atau otoritas pendidikan lainnya masih diperlukan dalam rangka menjamin tujuan - tujuan yang bersifat nasional dan akuntabilitas yang berlingkup nasional.

  1. Kerangka kerja dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
a.      Sumber daya; sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat.
b.      Pertanggung-jawaban (accountability); sekolah dituntut untuk memilki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitment terhadap standar keberhasilan dan harapan/tuntutan orang tua/masyarakat.
c.       Kurikulum; berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi (content) dan proses penyampaiannya.
d.      Personil sekolah; sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam proses rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan pembinaan struktural staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan staf lainnya).











Sabtu, 13 April 2013

KEBUDAYAAN ISLAM



A.     DEFINISI KEBUDAYAAN ISLAM
Al Qur’an merupakan kebudayaan itu sebagai suatu proses dan meletakkan kebudayaan sebagai eksistensi hidup manusia. Kebudayaan merupakan suatu totalitas kegiatan manusia yang meliputi kegiatan akal hati dan tubuh yang menyatu dalam suatu perbuatan. Karena itu secara umum kebudayaan dapat dipahami sebagai hasil olah akal, budi, cipta rasa, karsa, dan karya manusia.  Ia tidak mungkin terlepas dari bilai-nilai kemanusiaan, namun bisa jadi lepas dari nilai-nilai ketuhanan.
Kebudayaan islam adalah hasil olah, akal, budi, cipta, rasa, karsa, dan karya manusia berladaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat menghargai akal untuk terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal berkembang menjadi sebuah peradaban.
Kebudayaan Islam merupakan suatu sistem yang memiliki sifat-sifat ideal,sempurna, praktis,aktual, diakui keberadaannya dan senantiasa diekspresikan. Sistem yang ideal berdasarkan pada hal-hal yang biasa terjadi dan berkaitandengan yang aktual (Picktchall, 1993: 26-29). Sistem Islam menerapkan dan menjanjikan perdamaian dan stabilitas dimanapun manusia berada, karena pada hakikatnya manusia memiliki kedudukan yang sama di hadapan Allah SWT,yang berbeda justru hanya terletak pada unsur-unsur keimanan dan ketakwaannya saja. Dalam perkembangannya perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada dan aturan-aturan yang bersumber dari nafsu hewani, sehingga akan merugikan diri sendiri. Islam dalam hal ini, bermanfaat untuk memberikan petunjuk kepada manusia dalam upaya agar dapat menumbuhkembangkan akal budi, sehingga memperoleh kebudayaan yang memenuhi aturan-aturan dan norma-norma agama serta menghasilkan yang beradab dan peradaban islam. Perkembangan kebudayaan yang didasari dengan nilai-nilai keagamaan, agama memiliki fungsi yang demikian jelas. Maju dan mundurnya kehidupanumat manusia itu,mengalami kemandegan, hal ini disebabkan adanya hal-halyang terbatas, dalam memecahkan berbagai macam persoalan dalam hidup dankehidupan manusia, maka dibutuhkan suatu petunjuk berupa wahyu Allah SWT. Allah SWT memilih seorang Nabi dan Rasul dari manusia, sebab yang akanmenjadi bimbingannya adalah manusia juga, oleh karena itu tujuan utama misi Muhammad Rasulullah saw adalah menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta. Nabi Muhammad saw dalam mengawali tugas kenabian dan kerasulannyamendasarkan diri pada asas-asas kebudayaan Islam, yang selanjutnya tumbuh danberkembang menjadi suatu peradaban yaitu peradaban Islam. Nabi Muhammad saw pada waktu berdakwah, keluar dari jazirah Arab dan seterusnya menyebar keseluruh penjuru dunia, maka terjadilah proses asimilasi berbagai macam kebudayaan dengan nilai-nilai Islam kemudian menghasilkan kebudayaan Islam yang pada akhirnya akan berkembang menjadi suatu kebudayaan yang diyakini kebenarannya secara universal. Islam sebagai suatu agama, secara sungguh-sungguh mendorong manusia untuk berusaha melalui pribadi dan kelompoknya, agar dapat menciptakan suatu keadaan yang lebih baik, sehingga menjadi suatu kekuatan di dunia (Picktchall,1993: 7).
B.     SEJARAH INTELEKTUAL ISLAM
Dengan menggunakan teori yang dikembangkan oleh Harun Nasution, dilihat dari segi perkembangan perkembangannya, sejarah intelektual islam dapat dikelompokkan ke dalam tiga masa yaitu masa Klasik, yaitu antara tahun 650-1250 M. Masa pertengahan yaitu tahun 1250-1800 M. Dan masa modern yaitu tahun 1800-sampai sekarang.
-          Pada masa Klasik (650-1250)
Merupakan awal pembabakan peradaban Islam. Periode ini dimulai ketika Rasulullah SAW diangkat menjadi rasul. Pada masa ini lahir para ulama Madzhab seperti Imam Hambali, Imam Syafii, dan Imam Malik. Sejalan dengan itu lahir pula para filosuf muslim seperti al-kindi tahun 801 M, seorang filosuf muslim pertama. Diantara pemikirannya ia berpendapat bahwa kaum muslimin hendaknya menerima filsafat sebagai bagian bagian dari kebudayaan islam. Selain al-kindi, pada abad itu lahir pula filosuf besar seperti al-Razi, lahir tahun 865 M, al-Farabi lahir tahun 870 M. Dia dikenal sebagai pembangun agung sistem filsafat. Pada abad berikutnya lahir pula filosuf agung Ibnu Miskawaih pada tahun 930 M, pemikirannya yang terkenal tentang pendidikan akhlak kemudian Ibnu Sina tahun 1037 M, Ibnu Bajjah tahun 1138 M, Ibnu Rusyd tahun 1126 M, dan lain-lain.  
-          Pada masa pertengahan (1250-1800)
Pada masa pertengahan, menurut sejarah pemikiran Islam dinilai mengalami kemunduran, sebab filsafat mulai ditinggalkan oleh umat Islam, sehingga terdapat usaha untuk mempertentangkan antara akal dengan wahyu, iman dengan ilmu, dunia dengan akhirat. Pengaruh tersebut masih dapat dirasakan sampai saat ini dan hal ini dibuktikan dengan tidak ada daerah-daerah yang menjadi kekuasaan Islam yang secara utuh melingkupi beberapa kerajaan Islam, di antaranya Kerajaan Usmani, Safawi dan Mogul dan pada periode pertengahan ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi demikian terbatas.
Sebagian pemikir islam kontenporer sering melontarkan tuduhan kepada al-Gazali yang pertama yang menjauhkan filsafat dengan agama sebagaimana dalam tulisannya “tahafutul falasifah” (kerancuan Filsafat). Tulisan Al- Gazali dijawab oleh Ibnu Rusyd dengan tulisan “tahfutu tahafut” (kerancuan di atas kerancuan).
Ini merupakan awal kemunduran ilmu pengetahuan dan filsafat di dunia islam. Sejalan dengan perdebatan dikalangan filosuf muslim juga terjadi perdebatan diantara fuqaha (ahli fiqih) dengan para ahli teologi (ahli ilmu kalam). Pemikiran yang berkembang saat itu adalah pemikiran dikotomis antara agama dengan ilmu dan urusan dunia dengan akhirat. Titik kulminasinya adalah ketika para ulama sudah mendekat kepada para penguasa pemerintah, sehingga fatwa-fatwa mereka tidak lagi diikuti oleh umatnya dan kondisi umat menjadi carut marut kehilangan fitur pemimpin yang dicintai umatnya.
-          Pada masa Modern (1800-sekarang)
Pada periode modern, umat Islam bangkit kembali, maka periode ini dikatakan sebagai Masa Kebangkitan Islam, dan hal ini ditandai dengan adanyakesadaran umat Islam terhadap kelemahan-kelemahannya, sehingga ada kehendak membangkitkan kembali ilmu pengetahuan dan teknologi; maka kemudian lahirlah para tokoh pembaharu dan para filosof Islam dari berbagai negara Islam di dunia ini (Tim Penulis Ensiklopedi Islam, 1997: 258). Pembaharuan dalam Islam pada prinsipnya merupakan usaha untukmemberi penafsiran kembali terhadap ajaran-ajaran Islam yang sudah tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi perkembangan zaman, sebagai akibat timbulnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan untuk mengajak umat Islam melepaskan diri dari ikatan kejahiliyahan menuju kepada perkembangan dan kemajuan.
C.     NILAI-NILAI ISLAM DALAM BUDAYA INDONESIA
Nabi muhammad saw adalah seorang Rasul Allah dan harus diingat bahwa beliau adalah orang Arab. Dalam kajian budaya sudah barang tentu apa yang ditampilkan dalam perilaku kehidupannya terdapat nilai-nilai budaya lokal. Sedangkan nilai-nilai islam itu bersifat universal. Maka sangat dimungkinkan apa yang dicontoh pleh Nabi dalam hal Mu’amalah ada nuansa-nuansa budaya yang bisa di aktualisasikan dalam kehidupan moderen dan disesuaikan dengan muatan. Contohnya dalam berpakaian cara berpakaian dan cara makan. Dalam ajaran islam sndiri meniru budaya satu kaum boleh-boleh saja sepamjang tidak bertentangan nilai-nilai dasar islam, apalagi yang ditirunya adalah panutan suci Nabi Muhammad saw, namun yang tidak boleh adalah menganggap bahwa nilai-nilai budaya arabnya adalah ajaran islam. Dakwah Islam ke Indonesia lengkap dengan seni dan kebudayaannya, maka Islam tidak lepas dari budaya Arab. Permulaan berkembangnya Islam diIndonesia, dirasakan demikian sulit untuk mengantisipasi adanya perbedaan antara ajaran Islam dengan kebudayaan Arab. Tumbuh kembangnya Islam di Indonesia diolah sedemikian rupa oleh para juru dakwah dengan melalui berbagai macam cara, baik melalui bahasa maupun budaya seperti halnya dilakukan olehpara wali Allah di Pulau Jawa. Para wali Allah tersebut dengan segala kehebatannya dapat menerapkan ajaran dengan melalui bahasa dan budaya daerah setempat, sehingga masyarakat secara tidak sengaja dapat memperoleh nilai-nilai Islam yang pada akhirnya dapat mengemas dan berubah menjadi ada tistiadat di dalam hidup dan kehidupan sehari-hari dan secara langsung merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan bangsa Indonesia, misalnya : setiap diadakan upacara-upacara adat banyak menggunakan bahasa Arab (Al Qur’an), yang sudah secara langsung masuk ke dalam bahasa daerah dan Indonesia, hal tersebut tidak disadari bahwa sebenarnya yang dilaksanakan tidaklain adalah ajaran-ajaran Islam (Diskusi Kelompok Lokakarya MPK UGM, 2003:39). Ajaran-ajaran Islam yang bersifat komprehensif dan menyeluruh juga dapat disaksikan dalam hal melaksanakan hari raya Idul Fitri 1 Syawal yang pada awalnya sebenarnya dirayakan secara bersama dan serentak oleh seluruh umat Islam dimanapun mereka berada, namun yang kemudian berkembang di Indonesia bahwa segenap lapisan masyarakat tanpa pandang bulu dengan tidak memandang agama dan keyakinannya secara bersama-sama mengadakan syawalan (halal bil halal) selama satu bulan penuh dalam bulan syawal, hal inilah yang pada hakikatnya berasal dari nilai-nilai ajaran Islam, yaitu mewujudkan ikatan tali persaudaraan di antara sesama handai tolan dengan cara saling bersilaturahmi satu sama lain, sehingga dapat terjalin suasana akrab dalam keluarga. Berkaitan dengan nilai-nilai Islam dalam kebudayaan Indonesia yang lain,juga dapat dikemukakan yaitu sesuai dengan perkembangan zaman terutama ciri dan corak bangunan masjid di Indonesia yang juga mengalami tumbuh kembang, baik terdiri dari masjid-masjid tua maupun yang baru dibangun.
Perlu juga kita ketahui bahwa bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa  Setiap suku bangsa mempunyai kebudayaan tersendiri. Sehingga dalam penyatuan ke dalam tubuh Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu menumbuhkan dua macam system kebudayaan yang sama-sama dikembangkan, yakni sistem budaya nasional dan sistem budaya daerah. System budaya nasional adalah sesuatu yang masih baru dan dalam proses pembentukan persatuan nasional di Indonesia. System budaya nasional berkaitan dengan factor-faktor : kepercayaan dan nilai agama, ilmu pengetahuan, kedaulatan rakyat, serta toleransi dan empati.
Sedangkan budaya daerah adalah budaya yang tercipta dan berkembang di masyarakat suku bangsa. Nilai-nilai dalam budaya daerah telah mengakar kuat dalam masyarakat suku bangsa.
Dalam perkembangan budaya nasional, budaya daerah dijadikan sumber bagi berkembangnya budaya nasional atau sebagai acuan bagi terciptanya budaya-budaya baru.
Islam yang masuk dan mengambil porsi terbesar dalam jumlah penganut agama di Indonesia menggantikan Hindu-Buddha memiliki peran besar dalam perkembangan kebudayaan Indonesia. Islam pertama kali masuk ke Indonesia mempengaruhi kebudayaan daerah, yang masih dapat kita lihat dalam kehidupan masyarakat daerah. Sementara itu dalam pengembangan budaya nasional, peran Islam dalam terbentuknya wawasan persatuan dan kesatuan bangsa telah dibuktikan dalam sejarah. Islam dapat menjadi penghubung bagi kebudayaan daerah yang sebagian besar masyarakatnya adalah muslim. System budaya nasional adalah sesuatu yang masih baru dan dalam proses pembentukan persatuan nasional di Indonesia. System budaya nasional berkaitan dengan factor-faktor : kepercayaan dan nilai agama, ilmu pengetahuan, kedaulatan rakyat, serta toleransi danempati. Sedangkan budaya daerah adalah budaya yang tercipta dan berkembang di masyarakat suku bangsa. Nilai-nilai dalam budaya daerah telah mengakar kuat dalam masyarakat suku bangsa.
Dalam perkembangan budaya nasional, budaya daerah dijadikan sumber bagi berkembangnya budaya nasional atau sebagai acuan bagi terciptanya budaya-budaya baru.
Islam yang masuk dan mengambil porsi terbesar dalam jumlah penganut agama di Indonesia menggantikan Hindu-Buddha memiliki peran besar dalam perkembangan kebudayaan Indonesia. Islam pertama kali masuk ke Indonesia mempengaruhi kebudayaan daerah, yang masih dapat kita lihat dalam kehidupan masyarakat daerah. Sementara itu dalam pengembangan budaya nasional, peran Islam dalam terbentuknya wawasan persatuan dan kesatuan bangsa telah dibuktikan dalam sejarah. Islam dapat menjadi penghubung bagi kebudayaan daerah yang sebagian besar masyarakatnya adalah muslim. Jadi islam masuk ke Indonesia lengkap dengan budayaannya.
Integrasi nilai-nilai Islam kedalam tatanan kehidupan bangsa Indonesia ternyata tidak sekedar masuk pada aspek budaya semata tetapi sudah masuk ke wilayah hukum. Sebagai contoh dalam hukum keluarga (akhwalu syahsiyah) masalah waris, masalah penikahan, dan lain-lain. Mereka tidak sadar nilai-nilai islam masuk wilayah hukukm yang berlaku di Indonesia.
D.     MASJID SEBAGAI PUSAT PERADABAN ISLAM
Masjid pada umumnya dipahami oleh masyrakat sebagai tempat ibadah khusus seperti shalat, padahal masjid berfungsi lebih luas daripada sekedar tempat shalat. Sejak awal berdirinya masjid belum bergeser dari fungsi utamanya yaitu tempat shalat. Akan tetapi perlu diingat bahwa masjid di zaman Nabi berfungsi sebagai Pusat Peradaban. Nabi saw menyucikan jiwa kaum muslimin, mengajarkan Al Quran dan Al-hikmah, bermusyawarah untukn menyelesaikan berbagai persoalan kaum muslimin, membina sikap dasar kaum muslimin terhadap orang yang berbeda agama dan ras, hingga upaya-upaya meningkatkan kesejahteraan umat justru dari masjid. Masjid dijadikan simbol persatuan. Selama sekitar 700 tahun sejak Nabi mendirikan masjid pertama, fungsi masjid masih kokoh dan original sebagai pusat peribadatan dan peradaban. Sekolah-sekolah da universitas-universitas bermunculan justru dari masjid.
            Tetapi sangat disesalkan karena masjid mengalami penyempitan fungsi karena adanya interfasi pihak-pihak tertentu yang mempolitisi masjid sebagai alat untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Ruh peradaban yang syarat dengan misi ketuhanan seolah-olah telah mati. Awal kematiannya bermula dari hilangnya tradisi berpikir integral dan komperehensif menjadi berpikir sektoral dan sempit. Ruh dan aktivitas pendidikan serta merta hengkang dari masjid. Masjid hanya mengajari umat tentang belajar baca tulis Alquran tanpa pengembangan wawasan dan pemikiran Islami dan tempat belajar umat tentang ilmu fikih ibadah bahkan lebih sempit lagi yaitu ibadah praktis dari salah satu madzhab. Lebih parah lagi masjid-masjid menjadi tempat belajar menghujat dan menyalahkan madzhab-madzhab lain yang berbeda.
            Dalam syariat islam masjid memiliki dua fungsi utama yaitu : pertama, sebagai pusat ibadah ritual, dan kedua, sebagai pusat ibadah sosial. Dari kedua fungsi tersebut titik sentralnya bahwa fungsi utama masjid adalah sebagai pusat pembinaan umat.