Perubahan kurikulum sering dilakukan oleh pemerintah.
Tujuannya untuk meningkatkan mutu/kualitas pendidikan nasional. Sejak tahun
2006 lalu, KTSP (kurikulum Tingkat Satuan pendidikan) merupakan kurikulum resmi
yang harus diimplementasikan para pendidik di sekolah/madrasah. Dengan
munculnya kebijakan kurikulum baru tersebut berarti para praktisi dan
pengembang pendidikan harus di update kembali agar mereka menyesuaikan diri
dengan kebijakan mutakhir tersebut.
Di tengah penerapan kurikulum baru tersebut, kini
masih terjadi diskusi dan kajian bagi para praktisi dan konseptor pendidikan.
Mereka masih disibukkan membicarakan tentang seluk-beluk KTSP. Model kurikulum
ini akan memberi ruang kepada sekolah untuk mengidentifikasi kelebihan dan
kekurangannya agar implementasi kurikulum dan sasaran pembelajarannya sesuai
kebutuhan masyarakat dan stakeholders.
Kurikulum yang ada
sekarang dikembangkan dengan pengelolaan atau pendekatan desentralistik. Hal
ini merupakan implikasi dari keseluruhan pelaksanaan desentralisasi pendidikan
di Indonesia yang didasarkan pada berbagai perundangan yang telah ditetapkan,
antara lain UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Bab III Pembagian
Urusan Pemerintahan Pasal 14 Ayat 1 yang menegaskan bahwa Bidang pemerintahan
yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah/Kota antara lain
pendidikan dan penyelenggaraan pendidikan.
Tuntutan utama
dari pendekatan desentralistik adalah tuntutan kemampuan setiap pengembang
kurikulum yang harus menyebar dari tingkat pusat, daerah, sampai pada tingkat
satuan pendidikan di sekolah. Kemampuan pengembangan kurikulum pada setiap
tingkatan bukan mengikuti jenjang birokrasi tetapi merata dan tidak memiliki
perbedaan yang jauh antara pengembang kurikulum tingkat pusat, daerah maupun
pada unit satuan pendidikan karena mereka memiliki fungsi masing-masing dalam
skenario besar secara nasional. Kesenjangan yang selama ini terjadi sebagai
akibat dari kurangnya pemahaman implementasi kurikulum pada tingkat daerah dan
satuan pendidikan sehingga pada saat daerah diberi wewenang untuk mengembangkan
kurikulum sesuai dengan kondisi lingkungan dan sumber daya pendidikan di
masing-masing daerah, tim pengembangan kurikulum daerah cenderung menanti
petunjuk pelaksanaan dari pusat.
Pada hakekatnya KTSP merupakan inovasi dari
pengorganisasian kurikulum yang dilimpahkan dari pusat ke daerah dalam hal ini
lebih mengerucut pada level satuan pendidikan atau sekolah. oleh karena itu
dalam pengembangannya disesuaikan dengan karakteristik satuan pendidikan,
potensi dan karakteristik daerah, sosial budaya, masyarakat, dan karakteristik
peserta didik. Kehadiran KTSP
ini tidak serta menjadi solusi alternatif bagi berbagai “dilema” yang menutupi
pendidikan karena berbagai faktor.
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) merupakan kurikulum operasional
yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP
dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berdasarkan kerangka dasar
kurikulum dan standar kompetensi lulusan serta berpedoman pada panduan yang
telah disusun oleh BNSP (Badan Standar Nasional Pendidikan). (PP No.19
Th.2005, Pasal 17).
Sebagaimana dikemukakan di atas, KTSP adalah dokumen
milik sekolah, yang disusun dan disahkan penggunaannya oleh sekolah dan komite
sekolah, serta diketahui oleh Dinas Pendidikan atau Kandep Agama kabupaten dan
kota terkait. KTSP ini dapat direviu secara berkala oleh sekolah dan guru, agar
keberadaannya selalu mutakhir (up to date).
Sebagai dokumen milik sekolah, apabila ada pergantian
kepala sekolah, maka kepala sekolah pengganti tidak perlu mengganti atau
menyusun KTSP yang baru – kecuali ada perubahan yang mendasar dari sekolah
tersebut. Misalnya status sekolah berubah atau visi dan misi sekolah diganti.
Demikian pula jika ada perpindahan guru. Guru pengganti atau guru baru tidak
perlu menyusun lagi silabus dan RPP baru. Guru ini cukup menggunakan silabus
dan RPP yang sudah ada di sekolah.
Hal ini berbeda dengan pada kurikulum-kurikulum
sebelumnya, dimana silabus dan RPP atau perangkat pembelajaran (program
tahunan, program semester, AMP, satuan pelajaran dan RP) adalah “milik”
guru. Sehingga setiap guru harus membuat dan menyusunnya setiap tahun. Kalau
mereka pindah tugas, maka dibawalah perangkat pembelajaran tersebut sebagai
milik pribadinya. Guru baru penggantinya, harus menyusun lagi perangkat
pembelajaran tersebut.
Akan menjadi ironi, manakala sekolah sudah memiliki
KTSP, lantas para guru di sekolah itu setiap tahunnya masih disuruh menyusun
lagi silabus dan RPP,bahkan harus ditulis tangan dalam buku folio. Sementara
itu tugas-tugas guru sebagai pelaksana dan penilai pembelajaran masih sangat
banyak. Mengapa mereka masih direpotkan dengan tugas-tugas “administratif”
seperti itu lagi, padahal KTSP sudah disusun dengan susah payah oleh sekolah
dan guru.
Menurut Anan Z. A (2008:20) Penyebab berubahnya
kurikulum 2004 (KBK) ke Kurikulum KTSP adalah Penyempurnaan KBK menjadi KTSP
disebabkan KBK tidak menunjukkan hasil yang signifikan karena berbagai faktor:
a.
Konsep KBK belum dipahami secara benar oleh guru.
b.
Draft kurikulum yang terus-menerus mengalami perubahan.
c.
Belum adanya panduan strategi pembelajaran yang mumpuni
(mayoritas masih berbasis materi), yang bisa dipakai pegangan guru ketika akan
menjalankan tugas instruksional bagi siswanya.
Penyebab
berubahnya kurikulum 2004 (KBK) ke Kurikulum KTSP adalah Penyempurnaan KBK
menjadi KTSP disebabkan KBK tidak menunjukkan hasil yang signifikan karena
berbagai faktor:
a.
Konsep KBK belum dipahami secara benar oleh guru.
b.
Draft kurikulum yang terus-menerus mengalami perubahan.
c.
Belum adanya panduan strategi pembelajaran yang mumpuni
(mayoritas masih berbasis materi), yang bisa dipakai pegangan guru ketika akan
menjalankan tugas instruksional bagi siswanya.
Perbedaan
mendasar dari kurikulum 2004 dengan KTSP adalah khususnya dalam penyusunan dan
pengembangan indikator pencapaian kompetensi ditentukan oleh satuan pendidikan
dalam hal ini guru dengan mengacu pada Standar Isi yang ditetapkan secara
nasional. Secara umum konten dan system kompetensi pada kurikulum 2004 masih
digunakan pada kurikulum 2006 atau KTSP, oleh karena itu penguasaan kedua
kurikulum tersebut saling berkaitan erat.
Kurikulum 2004 ataupun 2006 berorientasi pada
penggunaan standar, oleh karenanya didalam pengembangan kurikulum mengacu pada
standar kurikulum (standar kompetensi lulusan dan standar isi). Menurut Ibrahim
(2002:22) bahwa standar kurikulum dapat diartikan sebagai perangkat rumusan
tentang apa yang harus dipelajari dan dikuasai siswa oleh peserta didik maupun
kadar/tingkat penguasaan yang diharapkan dari peserta didik, dalam setiap
bidang/mata pelajaran pada masing-masing satuan pendidikan.
Pernyataan Ibrahim (2002) tersebut sejalan dengan penerapan
KTSP saat ini yang berorientasi pada penggunaan standar yang dikeluarkan oleh
BNSP, khususnya untuk standar isi yang mencerminkan apa yang harus dipelajari
dan dikuasai oleh peserta didik dan standar kompetensi kelulusan yang
memperlihatkan standar perilaku atau kinerja (performance standards), yang tercermin dalam pernyataan kadar
/tingkat penguasaan yang diharapkan dari peserta didik.
Selain dari dimensi standar apa yang harus dikuasai
dan kadar penguasaan yang diharapkan, terdapat pula dimensi waktu (when), yaitu kapan standar isi dan
standar kelulusan tersebut harus dikuasai peserta didik, atau dengan kata lain
pada tingkat/kelas/semester berapa penguasaan suatu kemampuan tersebut
diharapkan dapat dikuasai.
Pola pembelajaran berbasis kompetensi dilakukan dengan
melakukan langkah mengidentifikasi SKL yang telah ditetapkan oleh BNSP,
kemudian mengidentifikasi standar kompetensi dan kompetensi dasar dengan
mengacu pada standar isi yang telah ditetapka oleh BNSP, kemudian guru dan
pihak-pihak terkait merumuskan indikator pancapaian standar kompetensi dan
kompetensi dasar, menetapkan alat evaluasi (uji kompetensi), merumuskan
materi/bahan ajar, metode, media
dan sumber-sumber belajar yang
dibutuhkan.
Secara ideal seharusnya didalam
pengembangan KTSP perlu didukung oleh enam standar lainnya selain SI dan SKL
seperti yang diamanatkan dalam UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003. Standar
Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian, Standar
Tenaga Kependidikan, Standar Sarana Dan Prasarana, Standar Pembiayaan, dan
Standar Pengelolaan.
Isi KTSP adalah cover, lembar
penetapan, kata pengantar, daftar isi, tujuan satuan pendidikan, visi dan misi,
tujuan program keahlian, standar kompetensi lulusan, diagram pencapaian
kompetensi, struktur dan muatan KTSP, kalender pendidikan, dan silabus-silabus.
Prosedur Penyusunan KTSP
Adalah: Menetapkan Tim Penyusun, Kegiatan Penyusunan, Pemberlakuan, Pengembangan
KTSP, Mata Pelajaran, Muatan Lokal, Pengembangan Diri, Pengaturan Beban Belajar, Kenaikan Kelas,
Penjurusan, Dan Kelulusan, Pendidikan Kecakapan Hidup, Dan Pendidikan
Berbasis Keunggulan Lokal Dan Global.
Pergeseran
kurikulum dari kurikulum-kurikulum sebelumnya diharapkan memberikan sumbangsi
bagi pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan, akan tetapi realita atau
kenyataan yang terjadi dilapangan masih belum efektif. Penerapan kurikulum yang
baru masih menjadi tanda tanya keberhasilannya. Kurikulum yang terakhir yakni
KTSP pun mempunyai masalah-masalah. Sejak digulirkan
Juni 2006, banyak
muncul persoalan dalam
penerapan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yaitu
tidak memadainya kualitas
SDM yang mampu menjabarkan KTSP
di satuan pendidikan,
kurangnya sarana pendukung
kelengkapan pelaksanaan
KTSP, belum sepenuhnya
guru memahami KTSP
secara utuh, baik
dari segi konsep maupun
penerapannya di lapangan.
Persoalan-persoalan tadi diperparah
oleh tidak sinkronnya materi
kurikulum yang dibuat oleh sejumlah penerbit yang menterjemahkan KTSP ke dalam
banyak versi, sehingga membuat konsentrasi para siswa menjadi semakin terpecah
karena harus membeli
buku dalam banyak
versi. Lebih dari
itu, pengurangan jumlah
jam pelajaran seperti yang diamanatkan oleh kurikulum ini berdampak kepada
penghasilan guru, karena otomatis akan mengurangi penghasilan mereka, terutama
guru honorer.
Adapun sebab-sebab KTSP tidak dapat diterapkan di sekolah adalah:
a.
KTSP, kurikulum yang tidak sistematis. Ketidaklogisan
KTSP terjadi karena sekolah diberi kebebasan untuk mengelaborasi kurikulum inti
yang dibuat pemerintah, tetapi evaluasi nasional oleh
pemerintah melalui ujian
nasional (UN) justru paling
menentukan kelulusan siswa.
b.
KTSP tidak fungsional
Kurikulum ini menjadi
tidak logis karena
tidak proporsionalnya
pembagian tugas pengembangan antara
pemerintah dan sekolah.Tidak siapnya pemerintah membuat
strategi implementasi kebijakan, misalnya kurang diantisipasi kesiapan tenaga
pendidik dan kurangnya
sosialisasi sampai ke
seluruh pelosok tanah
air.Kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung terlaksananya KTSP.
Segala persoalan
yang muncul akibat
penerapan KTSP ini
seharusnya menjadi perhatian serius dari pemerintah (Depdiknas)
agar tidak menambah daftar carut marut wajah pendidikan di Indonesia.
Ada beberapa kebijakan
yang seharusnya dilakukan
oleh pemerintah, yaitu sebagaiberikut:
1.
Penentuan
kelulusan siswa tidak
harus berpatokan pada
hasil nilai UN
yang ditetapkan pemerintah tetapi dikembalikan pada
guru yang mengajar
di sekolah tersebut.
2.
Seharusnya pemerintah hanya menetapkan kerangka umum
dari tujuan atau kompetensi, isi,
strategi, dan evaluasi,
sedangkan pengembangannya secara
rinci menjadi siap
pakai diserahkan sepenuhnya kepada
sekolah. KTSP dikembangkan sesuai
dengan satuan pendidikan, potensi
daerah/karakteristik daerah, sosial
budaya masyarakat setempat
dan peserta didik dengan
berpedoman pada panduan
yang disusun oleh
BNSP. Sekolah dan komite
sekolah mengembangkan KTSP
dan silabusnya berdasarkan
kerangka dasar kurikulum dan
standar kompetensi kelulusan, dibawah supervisi dinas kabupaten/kota yang
bertanggung jawab di
bidang pendidikan (SD,
SMP, SMA, SMK)
dan departemen yang menangani urusan
pemerintahan di bidang
agama (MI, MTs,
MA)
3.
Sosialisasi
yang terus menerus
harus dilakukan oleh
pemerintah dengan menggunakan beragam perangkat media secara
tepat sasaran. Agar, para pelaku pendidikan mengerti secara jelas maksud
dan tujuan dari
KTSP ini sehingga
meningkatkan kualitas tenaga
pendidik terkait konsep dan
aplikasi KTSP.
4.
Menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung
terlaksananya KTSP.
Kebijakan-kebijakan tersebut
harus senantiasa diobservasi
dan evaluasi pelaksanaannya di lapangan, agar kebijakan itu benar-benar
mencapai tujuan yang diinginkan pemerintah.
0 komentar:
Posting Komentar